SYAIKH SITI JENAR : HAL YANG DINILAI BAIK MAUPUN BURUK PADA HAKEKATNYA ADALAH DARI ALLAH JUGA

“Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada hakikatnya adalah af’al (perbuatan) Allah. Berbagai hal yang dinilai baik maupun buruk pada hakekatnya adalah dari Allah juga. Jadi keliru dan sesat pandangan yang mengatakan bahwa yang baik dari Allah dan yang buruk selain Allah.” “…Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan luar diri. Saat manusia menggoreskan pena misalnya, di situlah terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati yang dipancarkan oleh Allah kepada makhluk-Nya, yakni kemampuan kodrati gerak pena. Di situlah berlaku dalil Wa Allahu khalaqakum wa ma ta’malun (QS. Ash-Shaffat : 96), yang maknanya Allah yang menciptakan engkau dan segala apa yang engkau perbuat. Di sini terkandung makna mubasyarah. 

Perbuatan yang terlahir  dari itu disebut al-tawallud. Misalnya saya melempar batu. Batu yang terlempar dari tangan saya itu adalah berdasar kemampuan kodrati gerak tangan saya. Di situ berlaku dalil Wa ma ramaitaidz ramaita walakinna Allaha rama (QS. Al-Anfal : 17), maksudnya bukanlah engkau yang melempar, melainkan Allah jua yang melempar ketika engkau melempar. Namun pada hakikatnya antara mubasyarah dan al-tawallud hakikatnya satu, yakni af’al Allah sehingga berlaku dalil la haula wa la quwwata illa bi Allahi al-‘aliyi al-adzimi. Rasulullah bersabda : “la tataharraku dzarratun illa bi idzni Allahi, yang maksudnya tidak bergerak satu zarah pun melainkan atas izin Allah.” (Suluk Syaikh Siti Jenar, I, hlm. 182-283).

“Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, sungsum, bisa rusak dan bagaimana cara Anda memperbaikinya? Biarpun bersembahyang seribu kali setiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan Anda, Anda tutupi akhirnya menjadi debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, Apakah para Wali dapat membawa pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru, dalilnya layabtakiru hilamuhdil yang artinya tidak membuat sesuatu wujud lagi tentang terjadinya alam semesta sesudah dia membuat dunia.” (Suluk Wali Sanga R. Tanaja, hlm. 44, 51).

Dari pernyataan Syaikh Siti Jenar tersebut, nampak bahwa Syaikh Siti Jenar memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos (manusia). Sekurangnya kedua hal itu merupakan barang baru ciptaan Tuhan yang sama-sama akan mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi. Pada sisi yang lain, pernyataan Syekh Siti Jenar tersebut juga memiliki muatan makna pernyataan sufistik, “Barangsiapa mengnal dirinya, maka ia pasti mengenal Tuhannya”. Sebab bagi Syaikh Siti Jenar, manusia yang utuh dalam jiwa raganya merupakan wadag bagi penyanda, termasuk wahana penyanda alam semesta. Itulah sebabnya pengelolaan alam semesta menjadi tanggungjawab manusia. Maka, mikrokosmos manusia tidak lain adalah blueprint dan gambaran adanya jagat besar termasuk semesta. Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda [kekuasaan Allah] bagi orang-orang yang yakin, dan [juga] pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?"


[Q.S. Adz-Dzariat:20-21] "Sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu bukti-bukti yang terang; maka Barangsiapa melihat [kebenaran itu], maka [manfaatnya] bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta [tidak melihat kebenaran itu], maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku [Muhammad] sekali-kali bukanlah pemelihara[mu]". [Q.S. Al-An'am:104] Bagi Syaikh Siti Jenar, manusia terdiri dari jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan Zat Tuhan (sang Pribadi). Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yang dilengkapi pancaindera, berbagai organ tubuh seperti daging, otot, darah dan tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah barang pinjaman yang suatu saat setelah manusia terlepas dari pengalaman kematian di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah. Sedangkan  rohnya  yang menjadi tajalli Ilahi, manunggal ke dalam keabadian dengan Allah. Manusia tidak lain adalah ke-Esa-an dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan sekedar  af’al, sebab af’al digerakkan oleh Zat. Sehingga af’al yang menyatu menunjukkan adanya ke-Esa-an Zat, ke mana af’al itu dipancarkan. Dari pada melelahkan dan membingungkan yakini saja dan rasakan tuhan itu ada. LAM YAJID LAM YAZUG (apabila kamu merasa tahulah kamu). 

Apabila kamu merasa garam tahulah asin, merasa gula tahulah kamu manis. Rasa inilah rahasia tuhan. Diri yang diam inilah tajallinya Tuhan. Bukan Tuhan yang tajalli, akan tetapi Rahasia Diri Tuhan ini yang tajalli : satu dengan jasad.
Menurut pandangan syariat : orang yang tajalli Rahasia Diri Tuhan satu dengan jasadnya itu mati. Akan tetapi menurut pandangan Rabbani, tidak mati. Mengapa tidak mati? Karena Ruh Qudus dan jasad tidak becerai. Selamat Membaca Artikel ini BACA POST : SEPULUH TIPS YANG DREKOMENDASIKAN


Comments

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?
Kirim E-mail anda dapatkan artikel berlangganan gratis....

ENTER YOUR EMAIL ADDRESS :

DELIVERED BY SIULAN TRIBUN MANIA ||| siulantribunmania@gmail.com

☇POPULAR POST

SURAT PERJANJIAN GADAI SEPEDA MOTOR

MAN ARAFAH NAFSAHU FAKAD ARAFAH RABBAHU

CARA 9 ALASAN ITU PERLU ANDA KERJAKAN

CARA MENGANALISA LINGKUNGAN INTERNAL

SENI KEHIDUPAN SPRITUAL BELAJAR DARI LALAT

👀FOLLOWERS