Sembahyang yang pernah dijelaskan pada artikel-artikel yang
lalu, adalah bahwa sembahyang itu merupakan satu tatacara istiadat untuk
membolehkan kita berdiam menyaksikan diri kita sendiri. Kita harus mengerjakan istiadat 5 waktu
dalam 24 jam sehari semalam. Oleh karenanya adalah perlu bagi kita
mengetahui satu cara hakiki untuk menunaikan sembahyang ini.
Rasullah s.a.w telah menerima istiadat atau cara-cara sembahyang
dari pada Tuhannya didalam satu peristiwa Isra’ dan Mi’rad. Didalam peristiwa
itu Rasullullah s.a.w. menerima sembahyang dan tatacara istiadat sembahyang
tersebut, maka jadilah sembahyang 5 waktu itu tonggak atau tiang agung
hakikinya hidup manusia itu sendiri.
Didalam pertemuan rahasia antara Rasullullah dengan Allah s.w.t, Baginda Rasulullah s.a.w telah menerima cara-cara sembahyang sebagaimana cara-cara sembahyang para malaikat, rasul, aulia-aulia yang dizahirkan oleh Allah terlebih dahulu untuk baginda.
Maka diterimalah Rasullulah akan tata tertib cara sembahyang tersebut dan setelah itu dituangkan oleh baginda didalam peraturan syariat islam dan juga menjadi Rukun Islam yang kedua. Cara atau peraturan istiadat sembahyang itu hendaklah menjadi panduan dan panutan bagi seluruh umatnya yang ada di muka bumi ini. Didalam mensyariatkan cara sembahyang ini Rasullulah s.a.w pernah bersabda : Artinya : “Sembahyang-lah sebagimana aku sembahyang”. Didalam menunaikan syariat sembahyang, tentunya hanya ada satu cara sholat yang benar-benar sesuai sebagaimana cara-cara yang diterima oleh Rasulullah s.a.w. dari Tuhannya yang seharusnya menjadi panduan dan amalan oleh umatnya.
Oleh karena itu jika ada yang mengamalkan selain dari pada cara-cara sembahyang yang diterima oleh Rasullulah s.a.w. dari Tuhannya itu, maka sembahyang yang diamalkan itu adalah kosong dan sembahyang itu hanya ikut-ikutan belaka, seperti ketika melihat orang takbir dia ikut takbir, lihat orang sujud dia juga sujud, lihat orang baca tahayat dia pun baca tahayat, tetapi kebanyakan dari pada mereka tidak pernah mau belajar sembahyang, dan tidak pernah bertanya kepada diri dia sendiri mengapa sembahyang dibuat begitu rupa (ada bediri, ada rukuk, sujud dan sebagainya).
Kebanyakan dari pada kita hanya
menjalankan sembahyang karena ikut-ikutan saja, semenjak kita hadir ke dunia terus kita lihat ibu dan bapak
kita sembahyang, kita terus disuruh sembahyang, kemudian kitapun sembahyang dan
terus sembahyang sampai kita menjadi dewasa seperti sekarang ini. Kita tidak
pernah bertanya dari mana ibu bapak kita mengambil cara sembahyang itu. Kita
tidak juga bertanya asal-usul sembahyang itu, tentunya jika saja cara sembahyang kita tidak sampai
persambungannya dengan Rasulullah s.a.w. maka sembahyang kita adalah
ikut-ikutan belaka dan akan sia-sia jadinya.
Maka sembahyang itu harus dikerjakan dengan pengesahan dari guru-guru yang sudah mursyid yang bisa mengamalkan tata-cara sembahyang dan mempunyai persambungan mata rantai dengan Baginda Rasulullah s.a.w. sebaliknya sembahyang yang tidak mempunyai guru adalah sembahyang ikut-ikutan dari nenek moyangnya saja.
Dunia terus berputar, matahari tetap memancarkan sinarnya, si jahil menjadi si alim juga mendapat
petunjuk daripada tuhannya. semakin hari semakin banyak saja
orang pintar dan pandai dari perguruan tinggi, dari pondok-pondok pesantren,
tetapi lihatlah dimana saja kita berada kita melihat banyak orang sembahyang
dengan cara mereka masing-masing yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lain, perbedaan diantara seorang alim dengan seorang alim yang lain, antara
seorang pandai dengan seorang pandai yang lain.
Cobalah kita lihat satu contoh perbedaan cara takbir ketika
sembahyang diantara dua orang yang belajar di satu pusat pengajian yang
mempunyai kitab dan hukum yang sama, dan coba pula kita perhatikan kedudukan
kaki mereka diantara dua sujud yang seorang begini dan yang lainnya
begitu, dan masih banyak lagi gaya-gaya dan amalan-amalan sembahyang yang
berbeda-beda dimasjid atau dimushola.
Jika terdapat perbedaan diantara dua
orang alim tersebut maka dimanakah kebenaran sabda Rasulullah s.a.w. yang
mensyariatkan sembahyang sebagaimana baginda sembahyang. Sedangkan hanya ada satu cara sembahyang saja yang Rasulullah
s.a.w. terima dari tuhan-Nya. Oleh karena itu jika terdapat perbedaan amalan
diantara dua orang ulama syariat, maka bagaimana halnya dengan orang-orang awam
yang tidak pernah mendapat petunjuk dari pada seorang guru yang mursyid?
Wahai saudaraku, setelah hidupku yang mau setengah abad ini, aku
telah banyak menemui gur-guru syariat untuk bertanya tentang cara-cara
sembahyang ini. Aku bertanya kepada mereka
cara-cara sembahyang dan bertanya pula dari mana mereka mengambil cara-cara
sembahyang dan bagaimana caranya untuk menghadirkan diri didalam sembahyang
dengan penuh khusyu’ dan tawadu’ dan bagaimana pula menghilangkan perasaan,
pikiran yang membuatku teringat kepada hal-hal lain yang tidak perlu dihadirkan
sewaktu menjalankan sembahyang.
Tidak ada diantara mereka yang dapat memberikan petuah kepadaku tentang cara-cara sembahyang Rasulullah s.a.w. dan cara-cara untuk menghadirkan diri dengan khusyu’ dan tawadu’ didalam sembahyang. Malahan masing-masing memberikan cara yang berbeda-beda diantara alim ulama yang satu dengan alim ulama yang lain. Oleh sebab itu diriku pun mulai sanksi dengan cara-cara sembahyang mereka dan aku perhatikan di pengajian-pengajian mereka belajar kitab semata-mata, tetapi mereka sendiri tidak pernah mau belajar cara-cara sembahyang seperti yang pernah diajarkan kepada Rasulullah s.a.w. ketika peristiwa Isra’ dan Mi’ra’ dahulu.
INGAT !!!. Tidak perlu untuk
dipikirkan terlalu jauh yang nantinya akan menimbulkan pertentangan didalam
pikiran kita dan sebaiknya carilah guru
mursyid (ahlinya) karena sesungguhnya sembahyang bisa dirasakan oleh orang yang
pernah mengalaminya kebenaran sembahyang adalah para pesuluk sendiri yang tahu
itu dan terbukti.
Oleh karena itu artikel ini ingin hanya berbagi pengalaman dengan semua ini agar
saudara-saudaraku yang lain juga bisa mengalami apa yang pernah pesuluk alami,
semoga Allah s.w.t. meridhoi kita semua dan hindarilah daripada mengamalkan sembahyang ikut-ikutan yang tidak
mempunyai asal usul daripada Rasulullah s.a.w. Amin
Comments
Post a Comment
TERIMAKASIH KEPADA ANDA JIKA BERKENAN BERKOMENTAR BLOG INI.....